Skip to main content

Berkaca Pada Simpanse Dalam Adventure Of My Lifetime


Hutan kala itu begitu tenang, bunyi-bunyi riuh gemericik air dan dedaunan yang tertiup angin menjadi satu dalam tawa interaksi sekelompok simpanse di bawah pohon. Situasi mulai menjadi sedikit berubah, ketika seekor simpanse menemukan satu alat yakni radiotape atau mini speaker. Dan video klip Adventure Of My Lifetime, salah satu judul lagu band Cold Play pun dimulai.
Sumber : https://www.google.co.id/
Musik dan suara khas Chris Martin terdengar begitu harmoni, tapi mata ini tetap terfokus pada setiap gambar dalam video klip tersebut. Dalam memahami makna video klip, kita mesti mampu memisahkan lirik lagu, judul dan gambar. Karena seringkali bahasa gambar tidak bersinergi dengan lirik lagu dan untuk menghindari bias makna gambar, seharusnya memang lirik lagu tidak mengintervensi gambar. Dalam video klip Adventure Of My Lifetime, sekelompok simpanse setelah menemukan minispeaker, mereka kemudian bernyanyi, menari hingga bermain alat musik. Hal kedua yang dilihat adalah setting video klip yakni hutan. Untuk memahami makna video klip ini, John Fiske, salah satu tokoh cultural studies dan semiotika membagi pembacaan tanda sebagai makna menjadi tiga hal, yaknin realitas, representasi dan ideologi. 

Realitas menurut Fiske adalah gambaran obyek materil yang dapat diempiriskan, dalam Adventure Of My Lifetime gambaran tersebut adalah simpanse, pohon, minispeaker, alat musik, nyanyian, dan tarian. Fiske dalam tinjauan semiotikanya menganggap hal-hal materil tersebut merupakan tanda yang memiliki makna lebih dari sekedar fungsi denotasinya. Hal-hal meteril tersebut kemudian dikategorisasi menjadi dua makna yakni makna kehidupan (simpanse = hewan, pohon, nyanyian, dan tarian) dan makna ilmu pengethuan (minispeaker dan alat musik = teknologi modern). Dengan kata lain, realitas dalam video klip Adventure Of My Lifetime dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang membawa pada harmonisasi kehidupan. Konsep kedua Fiske adalah representasi, dalam hal ini merujuk pada kode-kode visual yang yang terdapat pada video klip, yakni pencahayaan, setting dan warna dominan. Unsur cahaya seperti warna hijau dan kuning keemasan memberikan makna representasi pada ketenangan, didukung oleh setting hutan yang memberikan makna kehidupan. Dan konsep terakhir adalah ideologi, yang oleh Fiske merujuk pada pertunjukkan sinergitas antara realitas dengan representasi, membawa makna pada  modernisasi yang dibentuk oleh ilmu pengetahuan mesti memberikan ketenangan dalam kehidupan. Yang menarik dalam video klip ini adalah ending dimana sekilas terdapat gambar menyerupai kubah dan menara sebagai simbolisasi keyakinan beragama. Dan apabila dimaknai pada level ideologi, maka agama pun seharusnya membawa ketenangan dalam kehidupan. Bukan menjadi perdebatan yang terus menerus dilakukan sehingga mereduksi makna kehidupan. 

Banyak hal yang mampu dilakukan untuk membawa pesan kemanusiaan, termasuk apa yang dilakukan oleh Cold Play dalam video klip Adventure Of My Lifetime. Kritik pedas melalui penggambaran sekelompok simpanse yang begitu harmonis dalam kehidupannya walau modernisasi berada di tengah-tengah mereka. Pun begitu dengan unsur keagamaan yang diyakini membawa pesan perdamaian pada kehidupan manusia. Dengan kata lain, video klip Adventure Of My Life Time merupakan antitesa realitas hari ini yang seringkali mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dalam setiap gerak kehidupan manusia. 

Writer By : Ono
Edit By    : Trinarta



Comments

  1. Kita semua tahu bahwa lagu Adventure Of My Lifetime adalah trek populer, tapi tidak semua orang peduli maknanya.

    Ulasan yang menarik. Sentilan terhadap kita, manusia, yang seringkali kalap ketika disodori modernitas.

    Lanjutkan!
    Tabik.

    ReplyDelete
  2. Bagus tulisannya, semoga penulisnya selalu dilindungi Allah

    ReplyDelete

Post a Comment

TERPOPULER

Laplace’s Demon: sang Iblis yang Deterministik

Tersebutlah nama sesosok iblis. Iblis itu dikenal sebagai Laplace’s Demon , satu sosok intelegensia yang dipostulatkan oleh Pierre Simon de Laplace . Laplace—seorang ahli matematika Perancis abad ke-18 —menulis sebuah esai, Essai philosophique sur les probabilités pada tahun 1814 . Dalam esai itu, Laplace mempostulatkan adanya suatu sosok intelegensi yang memiliki pengetahuan tentang posisi, kecepatan, arah, dan kekuatan semua partikel di alam semesta pada satu waktu. Intelegensi ini sanggup memprediksi dengan satu formula saja seluruh masa depan maupun masa lampau . Laplace's Demon Linocut - History of Science, Imaginary Friend of Science Collection, Pierre-Simon Laplace, Mathematics Physics Daemon Space ( https://www.etsy.com/listing/74889917/laplaces-demon-linocut-history-of) Laplace berpendapat, kondisi alam semesta saat ini merupakan efek dari kondisi sebelumnya, sekaligus merupakan penyebab kondisi berikutnya. Dengan begitu, jika kondisi alam semesta pada saat penci

Katanya.......

Katanya Dekati dulu Tuhannya baru dekati ciptaan-Nya Jodoh itu cerminan dari diri sendiri Yang baik hanyalah untuk yang baik pula Pantaskan diri sebelum mencari Dalam ikhiarku mencari mu, tertera hasrat yang menderu pada seseorang yang tak kutahu siapa dan dimana saat ini berada Aku hanya merasakan rindu tapi entah pada siapa Tahukah, engkau adalah alasan mengapa kuaktifkan radar ini Radar yang mencari sinyal melalui tengadah doa Mengiba pada Allah untuk mendekatkan pertemuan dengan cara memantaskan diri Radar yang telah aktif mencari sinyal yang seirama Sefrekuensi untuk dapat dijumpakan dengan caraNya Jika aku baik, maka aku akan dipertemukan dengan yang baik Jika aku buruk, maka aku akan dipertemukan dengan yang buruk Kuaktifkan radar ini dengan memantaskan diri sebaik mungkin Cinta adalah anugerah Merasakannya adalah fitrah Menjaganya adalah ibadah Karena jatuh cinta adalah mubah Maka menyikapinya bisa menjadi pahala berlimpah Atau j

Pramoedya dan Feodalisme Pendidikan

Tulisan ini saya buat ketika pelajaran sosiologi, dan saya menulis catatan ini bukan tanpa alasan, mungkin tulisan ini adalah fase klimaks kegelisahan saya melihat kondusifitas sistem pendidikan disekitar kita. Seringkali saya bertanya kepada diri saya “Mengapa di era post feodalisme ini masih ada, guru yang marah membabi buta di depan kelas kepada siswanya yang melakukan kesalahan padahal hanya sebatas kesalahan kecil ? (bukankah dalam membangun karakter siswa harus mengedepankan nilai construction in education, bukan malah memberikan punishment yang berlebihan ?) . “apakah mau seorang guru ditegur murid ketika ia melakukan kesalahan?” , juga masih ada guru yang menjawab “Untuk saat ini anda belum saatnya tahu hal itu” ketika ada murid yang bertanya sesuatu yang terlalu expert jenis pertanyaannya (ya, saya mengerti memang mungkin belum saatnya atau bukan porsinya tapi apakah salah seorang guru paling tidak menjelaskan gambaran umumnya saja? ) Cerita paling ironis ketika ada seorang