Skip to main content

Posts

Pramoedya dan Feodalisme Pendidikan

Tulisan ini saya buat ketika pelajaran sosiologi, dan saya menulis catatan ini bukan tanpa alasan, mungkin tulisan ini adalah fase klimaks kegelisahan saya melihat kondusifitas sistem pendidikan disekitar kita. Seringkali saya bertanya kepada diri saya “Mengapa di era post feodalisme ini masih ada, guru yang marah membabi buta di depan kelas kepada siswanya yang melakukan kesalahan padahal hanya sebatas kesalahan kecil ? (bukankah dalam membangun karakter siswa harus mengedepankan nilai construction in education, bukan malah memberikan punishment yang berlebihan ?) . “apakah mau seorang guru ditegur murid ketika ia melakukan kesalahan?” , juga masih ada guru yang menjawab “Untuk saat ini anda belum saatnya tahu hal itu” ketika ada murid yang bertanya sesuatu yang terlalu expert jenis pertanyaannya (ya, saya mengerti memang mungkin belum saatnya atau bukan porsinya tapi apakah salah seorang guru paling tidak menjelaskan gambaran umumnya saja? ) Cerita paling ironis ketika ada seorang
Recent posts

Ketika 'Sistem' Terus Bermasalah

Ketika aku bahkan takut untuk datang ke sekolah. Walau doktrin 'menuntut ilmu adalah ibadah' terus terngiang. Betapa buruknya tempat itu bak hanntu di pagi buta yang terus membuatku bermimpi buruk. Ketika aku merasa bahkan pintar dan rajin tidak cukup untuk menang di negaraku sendiri. Ketika uang adalah 'RAJA'. Maka tinggalah diri diperbudak olehnya. Manusia bahkan tunduk pada apa yanng diciptakannya. Sampai ilmu yang seharusnya mulia harus te rnista oleh segala dusta. Berbuah malapetaka. Ketika nantinya akan terlihat betapa bobroknya sistem ini. Yang terus memaki dan memaki kami untuk pintar, bukan berkarakter. Menekankan pada nilai yang bahkan bukan bidang yang kami inginkan. Sistem yang membudaki para siswa bertenaga kuda untuk terus bekerja. Sementara para keledai hanya duduk manis di singgasana, menunggu si kuda membawa nilai yang bagus pada mereka. Dimana yang katanya pejuang Hak asasi? Omong kosong tanpa arti. Cukulah teori tanpa aksi. Sedikit rasa ke

Dialektika Bodong Ala Mahasiswa Tingkat Akhir

Ramai riuh bincang hangat dengan beberapa gelas kopi plastik pagi itu menandai hari ini-beberapa jam kemudian mungkin akan seperti biasanya. Negara, moralitas, agama dan etika menjadi buah bibir bincang kala itu. Negara telah lalai, lepas tangan dan seolah-olah buta dalam banyak hal, seperti lembaga pendidikan yg saat ini ibarat pabrik-pabrik penghasil produk tenaga kerja yg tunduk pada konglomerasi kapitalis, negara melegalkan PTN-BH. Moralitas juga semakin jauh dari induknya, moral. Teknologi diklaim sebagai asbabun wujud tindakan amoral, ayah menghamili anak kandung, anak menikam ibunya, ibu membunuh rahim sampai cekcok tetangga yang akhirnya menjadi perkelahian massal antar kampung. Berbeda dengan agama yang hadir dalam kemasan baru, berbungkus penistaan, agama dijadikan alat untuk memfasilitas birahi kekuasaan seseorang, kelompok atau mungkin Tuhan. Padahal, Tuhan sama sekali tidak minta dan tidak butuh untuk dibela. Lalu etika menjadi alasan mengapa sebagian dari mereka mempra

Tak ada merdeka

Aku rindu kota ku pada waktu sebelum spanduk-spanduk partai politik yang berebut kuasa dan mengatas namakan kesejahtraan rakyat dengan janji-janji idealis mereka  terpampang di jalanan kota... aku merindukan  kota ku dengan baliho-baliho bertuliskan festifal-festifal kebudayaan di tanah airku, dan kemerdekaan itu telah di rampas dan tergantikan dengan wajah-wajah tuan politik yang berebut kursi, dari mana berasal kebudayaan tuan itu ?? Kerinduan ku yang begitu mendalam akan jernihnya ombak pantai di teluk pinggir kotaku, kenapa kemerdekaan itu di rampas reklamasi ??? demi reklamasi kemerdekaan  anak-anak bermain pasir itu di rampas, kemana perginya kemerdekaan itu ?? Aku rindu rindanganya pepohonan di antara  gunung dan bukit-bukit berbatu di sepanjang jalan menuju desaku,  kemerdekaan alamku telah di rampas, di keruk, di gali dalam rangka investasi. Kawanku, Aku rindu berjalan menyusuri trotoar kotaku pada malam hari menunggu datangnya pagi tanpa takut bahaya karena kita

Laplace’s Demon: sang Iblis yang Deterministik

Tersebutlah nama sesosok iblis. Iblis itu dikenal sebagai Laplace’s Demon , satu sosok intelegensia yang dipostulatkan oleh Pierre Simon de Laplace . Laplace—seorang ahli matematika Perancis abad ke-18 —menulis sebuah esai, Essai philosophique sur les probabilités pada tahun 1814 . Dalam esai itu, Laplace mempostulatkan adanya suatu sosok intelegensi yang memiliki pengetahuan tentang posisi, kecepatan, arah, dan kekuatan semua partikel di alam semesta pada satu waktu. Intelegensi ini sanggup memprediksi dengan satu formula saja seluruh masa depan maupun masa lampau . Laplace's Demon Linocut - History of Science, Imaginary Friend of Science Collection, Pierre-Simon Laplace, Mathematics Physics Daemon Space ( https://www.etsy.com/listing/74889917/laplaces-demon-linocut-history-of) Laplace berpendapat, kondisi alam semesta saat ini merupakan efek dari kondisi sebelumnya, sekaligus merupakan penyebab kondisi berikutnya. Dengan begitu, jika kondisi alam semesta pada saat penci

Beranjaklah

kisah mengukir hati relung yang terdalam, mengendap seperti pencuri pagi siang dan malam .. menunggu merpati bawa berita baru duduk dingin pada sebuah bangku taman .. terus saja menebak langkah kaki siapa gerangan yang datang.. hujan selalu menasehati bawalah payung ketika bepergian supaya langkah tak tersendat, supaya tak selalu berteduh di tempat asing melulu.. tanah selalu basah tanpa pohon, tat kala manusia berpayung agar terteduhkan dan tak basah seketika.. di antara ragam rupa warna daun.. menguning dan basah batangnya terlalu rapuh untuk menunggu musim gugur bertiup hening .. naluri tak cukup tentang rasa, seperti tentang sikap pula perlahan seimbang antara ruas pada jeruji hati,, bahkan ketika tubuh berkehendak atas jiwa! aku ada pada lukisan yang kau kunjungi dalam galeri pameran aku ada dalam setiap irama lawas pengusik kenangan aku meledak melesat menjauh ketika egomu berteriak kesakitan, aku ada sebagaimana cakrawala memisahkan air, membentuk lautan dan awan-aw

Mereka Yang Lapar Dahaga

menyelami peran ke dua pada manuskrip telaga berwajah ganda, telisik mata demi waktu ke arah pandangan.. semu! adegan-adegan bumbu pedas yang tak gurih sama sekali, sarapan pagi nikmat seperti wejangan... mulai mual dengan beberapa makanan pembuka hari yang selalu berwajah sama.. air mineral seperti obat penetral toksin, menjadikan empedu berfungsi bagi akal sehat.. subjektivitas citarasa memunculkan hambar, tak tercium aroma di hidung para publik... tak akan tersentuh tangan senikmat apapun hidangan yang hanya istimewa saja... aroma hilang entah terhisap ke hidung publik yang mana... biarkan saja lapar ini berpuasa tanpa keluh tanpa wujud... selepas mimpi singkat, waktu tersisihkan bukan untuk sarapan.. secangkir kopi sudah cukup mengenyangkan.. jangan tanya kenapa, selama makan siangmu masih dengan kesendirian.. jangan terseduh, karena tak ada nikmat yang dapat di dustakan.. menyatu sebagai asam kopi atau menjadi garam dalam belanga masakan ataupun menjadi gula dalam s